|
Lebaran
|
Sunday, April 12, 2009 |
Allalhu Akbar Allahu Akbar La ilaha Illahu Wallahu AkbarAllahu Akbar walillahil ham. Takbir menggema dan mengalun dengan indah di cakrawala alam kairo, sebagai kata perpisahan kepada sang tamu agung yang bernama Ramadhon Karim. Setelah menunaikan pembinana diri di Madrasah Ramadhon, tak terasa waktu yang dinantipun datang sebagai hari kemenangan setelah menempuh perjuangan dalam membiasakan jiwa dari segala yang dilarang oleh Allah dan rasulnya menuju insan yang bertakwa. Memang secara hakiki Idul Fitri pasti memberikan kesan tersendiri kepada setiap insan yang menatapnya, apalagi sebagai seorang Indonesia asli, pasti tidak dapat melupakan salam hangat dan pelukan mesra dari orang yang paling dicintai, atau prosesi sungkeman yang terkadang menitikkan air mata seorang anak yang sedang meminta maaf kepada kedua orang tuanya yang tercinta, atau suasana hangat seluruh keluarga yang berbagi saweran sebagai tanda kasih sayang antar anggota keluarga. Atau hidangan khas lebaran pun bermunculan di meja pertemuan dari rendang hingga opor ayam, atau kue nastar dan kue khas lebaran lainnya yang ikut pula memeriahkan hari kemenangan yang datangnya memang setahun sekali. Namun dalam keheningan pagi Idul Fitri di Mesir, sedikit menyisakan kesedihan yang mendalam di benak para Mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Mesir, sebab beberapa kebiasan yang sakral ternyata tidak tampak dan seakan sirna dari suasana lebaran di Mesir, memang pada pengalaman yang terdahulu Suasana lebaran di mesir berbeda 180 derajat dengan kebiasaan lebaran orang Indonesia, sebab, lebaran di Mesir dirasa tidak ada bedanya dengan suasana hari yang lain bahkan cenderung menimbulkan kesedihan tersendiri bagi penduduk Mesir, karena tak kala datang hari raya Idul Fitri, maka pertanda perpisahan dengan bulan Ramadhon karim yang menimbulkan kesedihan yang mebekas dibenak penduduk Mesir. Dan mungkin itulah menjadi sebuah jawaban dari beberapa rasa ingin tahu tentang keadaan yang memang jika dirasa terasa sangat berbeda dengan kebiasaan di tanah air Kehidupan mesir yang sarat akan keindahan nilai islam selalu terlihat memiliki ciri khas tersendiri, seakan terasa sangat berbeda seratus delapan puluh derjat dengan keadaan dunia keislaman di Indongan buka puasa dan bahkan yang memilukan hati ada beberapa pihak yang bersikeras untuk tetap membuka usaha yang secara syar`I dilarang sehingga tak jarang dibeberapa daerah di indonesia terjadi bentrok yang seakan menodai kesucian bualn ramadhan. Begitu pula saat lebaran tiba, naluri konsumif masyarakat islam indonesia sepontan tumbuh, dan yang pasti kesempatan ini tak di sia-siakan oleh para penjual pakaian-pakain baru dari kaki lima hingga mal bertingkat tujuh untuk menyajikan keperluan tahun ini, taak hanya itu saja, para pengusaha kue kering dadakan pun bak jamur pun mulai tumbuh dan kebanjiran pesanan kue lebaran, memang jika dipikir satu sisi memberikan peluang yang sangat bagus untuk membantu perekonomian rakyat kecil, namun di sisi lain suasana ini memberikan bukti ternyata hari raya di Indonesia terasa lebih "mahal" dan lebih mementingkan ego masing-masing ketimbang kepentingan saudara-saudara sebangsa yang masih kekurangan secara financial untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Beranjak dari sekilas perbandingan tadi marilah jadikan Idul Fitri ini sebagai tonggak perubahan diri menuju jiwa yang lebih bertakwa, bukanlah hari raya itu harus dimeriahkan dengan baju yang baru atau pun hidangan lebaran yang lezat lagi menggiurkan akan tetapi meriahkanlah Idul Fitri itu dengan "baju" baru yang telah ditenun selama satu bulan, yang di dalam bulan tersebut diajarkan rasa yang tak pernah dirasakan, yaitu tak kala lapar melanda ataupun marah melanda hati ini diajarkan untuk kearah sebuah rasa yaitu rasa sabar dalam menunaikan apa yang diajarakan oleh Allah dan rasulnya. |
ditulis oleh Mush`ab @ 5:23 AM
|
|
|
|
|